WELLCOME IN MY BLOG_WELLCOME IN MY BLOG__WELLCOME IN MY BLOG__WELLCOME IN MY BLOG__WELLCOME IN MY BLOG__WELLCOME IN MY BLOG Pahlawan Masih Ada: Januari 2009

Rabu, 21 Januari 2009

सिअपा seorang pahlawan इतु?

seorang pahlawan itu ...
selalu bersedia melakukan hal-hal yang kecil, di saat orang lain hanya memikirkan bagaimana melakukan sesuatu yang besar
selalu siap untuk lelah demi membantu mereka yang membutuhkan bantuannya, tanpa mengharapkan balasan sedikitpun dari mereka yang dibantunya
selalu siap untuk menjadi orang pertama yang memulai perbaikan, namun juga ...
selalu siap untuk menjadi yang terakhir meninggalkan medan pertempuran
selalu mengerahkan yang terbaik dari dirinya, demi suatu perjuangan yang diyakininya
sehingga, seorang pahlawan itu ...
tidak pernah peduli dengan jabatan apa yang akan diperolehnya untuk mengukuhkan "kepahlawanan"-nya
tidak pernah membutuhkan pengakuan dari mereka -- yang tanpa diketahui atau tanpa disengaja -- telah ditolong olehnya
dan merekalah para pahlawan itu ...
Muhammad SAW. beserta para keluarga, sahabat, sampai kepada para 'ulama pewaris risalah beliau yang telah berjuang menegakkan risalah yang mulia untuk kemuliaan manusia dan seluruh makhluk di alam semesta
para Orang Tua yang telah membesarkan anak-anak mereka menjadi pahlawan-pahlawan
para Guru, Dosen, Pendidik dan Pengajar yang telah bersedia mengajarkan ilmu mereka kepada para pahlawan
para Saudara, Sahabat, dan Teman-teman yang dengan peran masing-masing, berdiri dan berjuang bersama para pahlawan

ada yang unik dari salah satu iklan partai. uniknya, tuh partai
nayangin wajah2 yang mereka statement sebagai pahlawan...

ada soekarno, ahmad dahlan, hasyim ashari, M.natsir, soedirman mpe
pahlwan terakhir yang disebut soeharto.

dengan mengenyampingkan efek politis, saya ingin mengajak temen2
memikirkan, sebenernya standard orang disebut pahlawan apa ya ?

kata temen, ada SK khusus yang menyatakan seseorang layak disebut
pahlawan...yang itu bener ga ?

mm...dipikir2, klo qta nyambung2in ma filmnya "Naga Bonar", statement
pahlawan, bisa saja jd sangat deskriptif.dikisahk an seorang naga yang
pencopet ikut dalam kancah perang...kmudian, dia buat
legalisasi "pangkat" klo dia jadi jendral.nah, yang uniknya sumber
kepangkatannya kan karena "pengakuan".

jadi...menurut saya sih, yang namanya pahlawan itu, klo dia punya
pengakuan dari massa yang dipimpinnya. dan sumber pengakuan itu
berasal dari kemampuan seseorang " mengkondisikan atau merubah
sistem ".

banyak yang berkomentar kenapa soeharto disebut pahlawan. mnrt saya
ya karena ga bisa ditolerir dia sudah berhasil "mengkondisikan atau
bahkan merubah sistem ".buktinya kakek-nenek kita yang dipedalaman
trutama masih sangat mengidolakan soeharto. sebaliknya pemimpin2 yang
sekarang malah dikebelakangkan.

makanya, kenapa sebutan pahlawan bisa jadi sangat deskriptif. ya
tergantung siapa yang merasakan dan siapa yang mengakui...

bener ga?

Rabu, 14 Januari 2009

Janganlah Berebut Jadi Pahlawan


LUAR biasa kepedulian masyarakat Indonesia terhadap penderitaan yang dialami masyarakat Aceh menyusul terjadinya gempa besar dan gelombang tsunami yang meluluhlantakkan provinsi paling utara Indonesia itu. Bukan hanya dalam bentuk materi bantuan yang mereka berikan, tetapi juga dalam bentuk tenaga.

Begitu banyak kelompok masyarakat yang bukan lagi sekadar berniat, tetapi sudah masuk ke Aceh. Mereka bahkan sudah menyingsingkan lengan baju untuk bekerja membereskan kota yang porak poranda.

Terhadap mereka yang bekerja tanpa pamrih, sepantasnya kita sebut mereka pahlawan. Pahlawan sekarang ini bukan hanya mereka yang berjuang di medan perang, tetapi mereka yang mau bekerja untuk sesama, bekerja untuk kepentingan kemanusiaan, tanpa harus meminta imbalan, termasuk mendapat pengakuan sebagai pahlawan.

MESKI umumnya mereka tidak mengharapkan adanya imbalan, sepantasnya kita memberi julukan pahlawan. Terutama kepada mereka yang pada hari-hari pertama melakukan tindakan di luar batas panggilannya.

Mereka yang pantas untuk mendapat kehormatan itu adalah relawan Palang Merah Indonesia (PMI) dan prajurit Tentara Nasional Indonesia. Tindakan yang mereka lakukan untuk mengangkat jenazah yang sebelumnya ditumpuk di depan Kantor PMI Nanggroe Aceh Darussalam di kawasan Lambaro dan mengebumikannya sungguh merupakan sumbangan yang tidak terkira nilainya.

Bukan hanya bagi keluarga korban, karena setidaknya jasad keluarga mereka-meski tidak diketahui identitasnya-bisa dimakamkan secara lebih layak, tetapi juga bagi anggota masyarakat lainnya. Tumpukan mayat yang selama tiga hari sebelumnya dibiarkan begitu saja bukan hanya menimbulkan aroma yang sangat tidak mengenakkan, tetapi bisa membahayakan kesehatan masyarakat yang tinggal di kawasan tersebut.

TIDAK semua orang akan tahan untuk memindahkan jenazah yang sudah membusuk. Namun, para relawan PMI dan juga prajurit TNI tetap mampu melaksanakan tugas yang sudah menjadi panggilan mereka.

Keterbatasan perlengkapan tidak menjadi kendala bagi mereka untuk melaksanakan tugas itu. Semua perasaan mereka tanggalkan untuk mengebumikan jenazah-jenazah itu di tempat yang lebih layak, sekaligus menyelamatkan kehidupan masyarakat yang lebih besar.

Dalam waktu 24 jam, ribuan mayat yang semula menumpuk di kawasan Lambaro bisa dibersihkan sehingga gambaran kota Banda Aceh menjadi lebih baik dan pekerjaan bisa dilanjutkan untuk membersihkan kawasan- kawasan yang lain.

KALAU kita memberikan penghargaan khusus kepada relawan PMI dan juga prajurit TNI, tentunya bukan berarti kita ingin mengecilkan arti dari relawan-relawan lain dan juga mereka yang telah berbuat untuk membantu pemulihan keadaan Aceh. Kita tentunya tetap memberikan salut dan apresiasi kepada mereka yang berbuat besar untuk pemulihan Aceh.

Penonjolan ini hanya ingin kita gunakan untuk memecut kepedulian lebih banyak warga bangsa ini terhadap kesulitan yang dihadapi saudara-saudara kita di Aceh. Setelah langkah besar yang dilakukan relawan PMI dan prajurit TNI hari Selasa, 28 Desember 2004, malam itu, kita melihat lebih banyak orang mempunyai semangat lagi untuk memperbaiki kondisi kota.

Perbaikan kembali Aceh tidak mungkin bisa dilakukan orang per orang ataupun kelompok per kelompok. Seluruh warga bangsa ini harus terpanggil untuk menyingsingkan lengan bajunya untuk membantu memperbaiki kondisi daerah itu. Dan itu bukan hanya akan memakan waktu yang sangat panjang, tetapi dana yang tidak sedikit.

Sekjen PBB Kofi Annan memperkirakan, dibutuhkan waktu sedikitnya 10 tahun untuk mengembalikan daerah yang tertimpa bencana tsunami seperti sedia kala. Perhitungan pemerintah sekarang ini memperkirakan, dibutuhkan dana sekitar Rp 10 triliun untuk membangun kembali Aceh.

SEMUA itu tentunya menuntut hadirnya sistem manajemen yang lebih rapi dan terprogram. Para relawan tidak perlu bernafsu untuk cepat-cepat hadir di Aceh. Perbaikan wilayah itu membutuhkan waktu satu dekade.

Kalau semua orang bernafsu untuk hadir sekarang ini, niscaya keberlanjutan pembangunan kembali Aceh yang akhirnya akan terganggu. Mengapa? Karena akan ada kelelahan dan kejenuhan yang dihadapi para relawan. Hanya satu-dua bulan saja relawan masih peduli untuk menolong sesama saudaranya. Setelah itu, mereka kembali lupa, entah karena ada kesibukan pribadi yang harus dilakukan atau karena tenaga yang habis.

Pemerintah harus mengelola kepedulian masyarakat dengan lebih baik. Kepedulian di antara sesama warga perlu diorkestrasi, perlu ditata dan diatur, sehingga menjadi kekuatan sinergis yang berkesinambungan dan berjangka panjang. Bukan hanya kegiatan insidental, yang kemudian ditinggalkan setelah tidak diliput lagi oleh media.

TERUS terang kita sangat mengkhawatirkan perlombaan untuk menjadi pahlawan. Semua orang berlomba untuk tampil karena bencana Aceh merupakan sebuah panggung nasional yang sangat tinggi dan bisa menghasilkan keuntungan-keuntungan politik.

Namun, kita percaya bahwa hal seperti itu tentunya tidak akan terjadi. Kita percaya bahwa semua orang melakukan tindakan, memberikan sumbangsihnya tanpa mengharapkan imbalan maupun mendapatkan nama.

Tidak perlulah kita berlomba-lomba sekadar untuk mendapat nama atau pujian. Kita harus berlomba untuk berbuat kebaikan demi masa depan bangsa yang lebih baik. Itu hanya bisa dicapai kalau dalam perlombaan melakukan kebaikan diikuti dengan keinginan untuk saling bekerja sama dan saling mengisi.

Sekarang ini begitu banyak lembaga, termasuk media massa, yang melakukan pengumpulan dana. Alangkah lebih baiknya apabila penggunaannya kelak dikoordinasikan sehingga kerja keras yang dilakukan seluruh warga masyarakat membawa manfaat yang maksimal bagi perbaikan kehidupan masyarakat Aceh. Semoga!

Pahlawan Sekarang


Bangsa kita setiap tahun merayakan Hari Pahlawan pada 10 November. Pada saat itulah kita mengenang jasa para pahlawan yang telah bersedia mengorbankan harta dan nyawanya untuk memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan. Kita memilih 10 November sebagai Hari Pahlawan karena pada tanggal tersebut 61 tahun silam para pejuang kita bertempur mati-matian untuk melawan tentara Inggris di Surabaya.

Saat itu kita hanya mempunyai beberapa pucuk senjata api, selebihnya para pejuang menggunakan bambu runcing. Namun para pejuang kita tak pernah gentar untuk melawan penjajah. Kita masih ingat tokoh yang terkenal pada saat perjuangan itu yakni Bung Tomo yang mampu menyalakan semangat perjuangan rakyat lewat siaran-siarannya radionya. Ruslan Abdul Gani yang meninggal beberapa waktu lalu, adalah salah seorang pelaku sejarah waktu itu.

Setiap tahun kita mengenang jasa para pahlawan. Namun terasa, mutu peringatan itu menurun dari tahun ke tahun. Kita sudah makin tidak menghayati makna hari pahlawan. Peringatan yang kita lakukan sekarang cenderung bersifat seremonial. Memang kita tidak ikut mengorbankan nyawa seperti para pejuang di Surabaya pada waktu itu.

Tugas kita saat ini adalah memberi makna baru kepahlawanan dan mengisi kemerdekaan sesuai dengan perkembangan zaman. Saat memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan, rakyat telah mengorbankan nyawanya. Kita wajib menundukkan kepala untuk mengenang jasa-jasa mereka. Karena itulah kita merayakan Hari Pahlawan setiap 10 November.

Akan tetapi kepahlawanan tidak hanya berhenti di sana. Dalam mengisi kemerdekaan pun kita dituntut untuk menjadi pahlawan. Bukankah arti pahlawan itu adalah orang yang menonjol karena keberanian dan pengorbanannya dalam membela kebenaran? Bukankah makna pahlawan itu adalah pejuang gagah berani? Bukankah makna kepahlawanan tak lain adalah perihal sifat pahlawan seperti keberanian, keperkasaan, kerelaan berkorban, dan kekesatriaan?

Menghadapi situasi seperti sekarang kita berharap muncul banyak pahlawan dalam segala bidang kehidupan. Dalam konteks ini kita dapat mengisi makna Hari Pahlawan yang kita peringati setiap tahun pada 10 November, termasuk pada hari ini. Bangsa ini sedang membutuhkan banyak pahlawan, pahlawan untuk mewujudkan Indonesia yang damai, Indonesia yang adil dan demokratis, dan meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Kita mencatat beberapa wilayah Indonesia masih dihantui tindakan teror. Kita membutuhkan orang yang berani untuk menangkap pelakunya. Negeri kita sedang dililit kanker korupsi yang sudah mencapai stadium terakhir. Kita membutuhkan orang-orang berani untuk memberantasnya. Seorang ilmuwan pun bisa menjadi pahlawan dalam bidangnya berkat penemuannya yang dapat menyejahterahkan orang banyak. Seorang petugas pemadam kebakaran yang tewas saat berjuang mematikan api yang sedang membakar rumah penduduk adalah pahlawan juga.

Setiap orang harus berjuang untuk menjadi pahlawan. Karena itu, hari pahlawan tidak hanya pada 10 November, tetapi berlangsung setiap hari dalam hidup kita. Setiap hari kita berjuang paling tidak menjadi pahlawan untuk diri kita sendiri dan keluarga. Artinya, kita menjadi warga yang baik dan meningkatkan prestasi dalam kehidupan masing-masing. Mahasiswa Universitas Trisakti yang tewas ditembak dalam perjuangan reformasi sewindu lalu adalah pahlawan, meskipun negara belum menobatkan mereka sebagai pahlawan.

Memang tidak mudah untuk menjadi pahlawan. Mungkin lebih mudah bagi kita menjadi pahlawan bakiak, yaitu suami yang patuh (takut) kepada istrinya. Atau menjadi pahlawan kesiangan, yakni orang yang baru mau bekerja (berjuang) setelah peperangan (masa sulit) berakhir atau orang yang ketika masa perjuangan tidak melakukan apa-apa, tetapi setelah peperangan selesai menyatakan diri pejuang.

Hari ini kita merayakan Hari Pahlawan untuk mengenang jasa para pejuang pada masa silam. Kita bertanya pada diri sendiri apakah kita rela mengorbankan diri untuk mengembangkan diri dalam bidang kita masing-masing dan mencetak prestasi dengan cara yang adil, pantas dan wajar. Itulah pahlawan sekarang.

Rabu, 07 Januari 2009

Pahlawan Masih Ada


Dulu ketika saya masih TK, saya mengganggap bahwa seseorang yang disebut sebagai pahlawan adalah seseorang yang mempunyai kekuatan super, bisa terbang, seperti Batman, atau Spiderman. Ketika kelas 1 SD, pemikiran saya berkembang, dan mengira bahwa pahlawan itu adalah Bung Karno, Bung Hatta, Tuanku Imam Bonjol, Pangeran Diponegoro, dan sebagainya. Pemikiran seperti itu mengendap dalam otak saya hingga saya kelas 4 SD. Saat kelas 4 SD, saya mulai sadar bahwa pngertian saya tentang pahlawan dan kepahlawanan ternyata salah kaprah. Bu Guru PPKn saya saat itu menjelaskan bahwa seorang pahlawan itu bukan berarti harus mengangkat senjata dan ikut berperang melawan Belanda atau Jepang. Pahlawan itu bukan pula berarti harus seseorang yang memiliki kekuatan super, bisa meremukkan mobil dengan kedua tangannya, atau pun bisa terbang tanpa menggunakan pesawat atau parasut.

“Lalu siapa donk, Bu?” Kawan saya bertanya. Lalu Bu Guru yang bijak itu menjawab, “Engkau pun bisa menjadi Pahlawan.” Saya pun ikutan bertanya karena penasaran, “Lha kok bisa, Bu?” Bu Guru pun menjawab, “Sangat bisa, asalkan kalian semua mau.” Kamipun hanya bisa terbengong-bengong karena tak mengerti apa maksud dari ucapan Bu Guru yang dikenal ramah itu.

“Sebenarnya sih saya mau, Bu, tapi mana ada pahlawan yang badannya gendut kayak saya ini?”Jawaban saya yang sontak membuat semua anak di kelas tertawa. “Sangat bisa,Fik.” Jawaban Bu Guru membuatku terhibur dan langsung kucibirkan bibirku ke semua teman yang tadi menertawakanku. “Saya masih gak ngerti, Bu.Kok bisa semua orang bisa jadi pahlawan?” Kawanku Norma yang terkenal pandai pun tak tahu jawabannya dan saya pun lega karena ternyata saya tidak bego-bego amat *hahaha...*.

Ibu Guru pun menjelaskan “Bung Karno, Bung Hatta, Pangeran Diponegoro, dan sebagainya disebut pahlawan karena mereka rela berkorban dan berjuang untuk membela negara dan bangsa kita dari kaum penjajah. Superman, Batman, Spiderman dan Superhero lainnya disebut sebagai pahlawan karena mereka juga rela berkorban dan berjuang demi membela kaum yang lemah yang ditindas oleh musuh-musuh mereka yang jahat dan kejam. Jadi, mereka semua memiliki persamaan yaitu sama-sama rela berkorban dan gigih berjuang untuk membela sesuatu, dan sesuatu itu adalah berguna bagi banyak orang. Kalian pun bisa menjadi seperti mereka dengan menauladani sifat mereka yang rela berkorban dan gigih berjuang membela sesuatu yang benar, baik, dan bermanfaat bagi banyak orang. Misalnya saja, bila kamu disuruh Ibumu membeli sayur untuk menu makan siang keluargamu di toko. Di tengah perjalanan, kau bertemu dengan kawan-kawanmu yang mengajak bermain PS (Play Station), jika kau ingin menjadi pahlawan, maka kamu akan rela berkorban untuk tidak atau menunda bermain PS hingga kau selesai membeli sayur. Saat itulah kau berhasil menjadi pahlawan bagi keluargamu karena berkat keberanianmu, semua anggota keluargamu bisa makan siang bersama.Coba bayangkan kalau kau tadi main PS dan lupa akan perintah Ibumu, maka ayah, ibu, adik, kakak, dan seluruh anggota keluargamu akan kelaparan karena kau lupa membelikan makanan untuk makan siang mereka.”

“Anak-anak…” Bu Guru melanjutkan. “Menjadi pahlawan tidak harus memegang bedil dan senapan. Namun, hal itu bukan berarti kita tidak membutuhkan senjata untuk berjuang.” Kawanku Aswin bertanya, “Kalau bukan bedil apaan donk, Bu? Bazooka? Granat? Atau Mercon tikus, Bu?” Bu Guru pun tersenyum dan menjelaskan, “Bukan itu Aswin, kita tidak perlu barang-barang itu semua kalau kita bukan anggota TNI atau POLRI. Lagian, untuk saat ini, barang-barang itu sudah lebih jarang digunakan oleh Pak Polisi dan Pak Tentara, soalnya dah gak ada lagi yang perlu ditembak kecuali maling, rampok, atau penjahat. Senjata yang kita perlukan saat ini adalah:

1. Iman dan taqwa,
2. Ilmu Pengetahuan,
3. Keterampilan,
4. Kreatifitas,
5. Usaha yang jujur dan tekun.

Dengan bersenjatakan 5 hal di atas, insyaAlloh kalian bisa menjadi Pahlawan-Pahlawan baru bagi negara Indonesia ini. Jadi, Ibu harap kalian belajar yang tekun, jangan lupa beribadah, dan patuh dengan Ibu Bapak kalian, supaya kalian bisa menjadi Pahlawan Indonesia yang disegani Dunia. Siapa yang mau jadi Pahlawan?” Sekelas hampir serempak menjawab,” Saya Bu..Saya Bu…Saya Bu….!!!” *senyum*
Powered By Blogger

Pengikut

THANK'S FOR VIEW MY BLOG__THANK'S FOR VIEW MY BLOG__THANK'S FOR VIEW MY BLOG__THANK'S FOR VIEW MY BLOG__THANK'S FOR VIEW MY BLOG