WELLCOME IN MY BLOG_WELLCOME IN MY BLOG__WELLCOME IN MY BLOG__WELLCOME IN MY BLOG__WELLCOME IN MY BLOG__WELLCOME IN MY BLOG Pahlawan Masih Ada: Janganlah Berebut Jadi Pahlawan

Rabu, 14 Januari 2009

Janganlah Berebut Jadi Pahlawan


LUAR biasa kepedulian masyarakat Indonesia terhadap penderitaan yang dialami masyarakat Aceh menyusul terjadinya gempa besar dan gelombang tsunami yang meluluhlantakkan provinsi paling utara Indonesia itu. Bukan hanya dalam bentuk materi bantuan yang mereka berikan, tetapi juga dalam bentuk tenaga.

Begitu banyak kelompok masyarakat yang bukan lagi sekadar berniat, tetapi sudah masuk ke Aceh. Mereka bahkan sudah menyingsingkan lengan baju untuk bekerja membereskan kota yang porak poranda.

Terhadap mereka yang bekerja tanpa pamrih, sepantasnya kita sebut mereka pahlawan. Pahlawan sekarang ini bukan hanya mereka yang berjuang di medan perang, tetapi mereka yang mau bekerja untuk sesama, bekerja untuk kepentingan kemanusiaan, tanpa harus meminta imbalan, termasuk mendapat pengakuan sebagai pahlawan.

MESKI umumnya mereka tidak mengharapkan adanya imbalan, sepantasnya kita memberi julukan pahlawan. Terutama kepada mereka yang pada hari-hari pertama melakukan tindakan di luar batas panggilannya.

Mereka yang pantas untuk mendapat kehormatan itu adalah relawan Palang Merah Indonesia (PMI) dan prajurit Tentara Nasional Indonesia. Tindakan yang mereka lakukan untuk mengangkat jenazah yang sebelumnya ditumpuk di depan Kantor PMI Nanggroe Aceh Darussalam di kawasan Lambaro dan mengebumikannya sungguh merupakan sumbangan yang tidak terkira nilainya.

Bukan hanya bagi keluarga korban, karena setidaknya jasad keluarga mereka-meski tidak diketahui identitasnya-bisa dimakamkan secara lebih layak, tetapi juga bagi anggota masyarakat lainnya. Tumpukan mayat yang selama tiga hari sebelumnya dibiarkan begitu saja bukan hanya menimbulkan aroma yang sangat tidak mengenakkan, tetapi bisa membahayakan kesehatan masyarakat yang tinggal di kawasan tersebut.

TIDAK semua orang akan tahan untuk memindahkan jenazah yang sudah membusuk. Namun, para relawan PMI dan juga prajurit TNI tetap mampu melaksanakan tugas yang sudah menjadi panggilan mereka.

Keterbatasan perlengkapan tidak menjadi kendala bagi mereka untuk melaksanakan tugas itu. Semua perasaan mereka tanggalkan untuk mengebumikan jenazah-jenazah itu di tempat yang lebih layak, sekaligus menyelamatkan kehidupan masyarakat yang lebih besar.

Dalam waktu 24 jam, ribuan mayat yang semula menumpuk di kawasan Lambaro bisa dibersihkan sehingga gambaran kota Banda Aceh menjadi lebih baik dan pekerjaan bisa dilanjutkan untuk membersihkan kawasan- kawasan yang lain.

KALAU kita memberikan penghargaan khusus kepada relawan PMI dan juga prajurit TNI, tentunya bukan berarti kita ingin mengecilkan arti dari relawan-relawan lain dan juga mereka yang telah berbuat untuk membantu pemulihan keadaan Aceh. Kita tentunya tetap memberikan salut dan apresiasi kepada mereka yang berbuat besar untuk pemulihan Aceh.

Penonjolan ini hanya ingin kita gunakan untuk memecut kepedulian lebih banyak warga bangsa ini terhadap kesulitan yang dihadapi saudara-saudara kita di Aceh. Setelah langkah besar yang dilakukan relawan PMI dan prajurit TNI hari Selasa, 28 Desember 2004, malam itu, kita melihat lebih banyak orang mempunyai semangat lagi untuk memperbaiki kondisi kota.

Perbaikan kembali Aceh tidak mungkin bisa dilakukan orang per orang ataupun kelompok per kelompok. Seluruh warga bangsa ini harus terpanggil untuk menyingsingkan lengan bajunya untuk membantu memperbaiki kondisi daerah itu. Dan itu bukan hanya akan memakan waktu yang sangat panjang, tetapi dana yang tidak sedikit.

Sekjen PBB Kofi Annan memperkirakan, dibutuhkan waktu sedikitnya 10 tahun untuk mengembalikan daerah yang tertimpa bencana tsunami seperti sedia kala. Perhitungan pemerintah sekarang ini memperkirakan, dibutuhkan dana sekitar Rp 10 triliun untuk membangun kembali Aceh.

SEMUA itu tentunya menuntut hadirnya sistem manajemen yang lebih rapi dan terprogram. Para relawan tidak perlu bernafsu untuk cepat-cepat hadir di Aceh. Perbaikan wilayah itu membutuhkan waktu satu dekade.

Kalau semua orang bernafsu untuk hadir sekarang ini, niscaya keberlanjutan pembangunan kembali Aceh yang akhirnya akan terganggu. Mengapa? Karena akan ada kelelahan dan kejenuhan yang dihadapi para relawan. Hanya satu-dua bulan saja relawan masih peduli untuk menolong sesama saudaranya. Setelah itu, mereka kembali lupa, entah karena ada kesibukan pribadi yang harus dilakukan atau karena tenaga yang habis.

Pemerintah harus mengelola kepedulian masyarakat dengan lebih baik. Kepedulian di antara sesama warga perlu diorkestrasi, perlu ditata dan diatur, sehingga menjadi kekuatan sinergis yang berkesinambungan dan berjangka panjang. Bukan hanya kegiatan insidental, yang kemudian ditinggalkan setelah tidak diliput lagi oleh media.

TERUS terang kita sangat mengkhawatirkan perlombaan untuk menjadi pahlawan. Semua orang berlomba untuk tampil karena bencana Aceh merupakan sebuah panggung nasional yang sangat tinggi dan bisa menghasilkan keuntungan-keuntungan politik.

Namun, kita percaya bahwa hal seperti itu tentunya tidak akan terjadi. Kita percaya bahwa semua orang melakukan tindakan, memberikan sumbangsihnya tanpa mengharapkan imbalan maupun mendapatkan nama.

Tidak perlulah kita berlomba-lomba sekadar untuk mendapat nama atau pujian. Kita harus berlomba untuk berbuat kebaikan demi masa depan bangsa yang lebih baik. Itu hanya bisa dicapai kalau dalam perlombaan melakukan kebaikan diikuti dengan keinginan untuk saling bekerja sama dan saling mengisi.

Sekarang ini begitu banyak lembaga, termasuk media massa, yang melakukan pengumpulan dana. Alangkah lebih baiknya apabila penggunaannya kelak dikoordinasikan sehingga kerja keras yang dilakukan seluruh warga masyarakat membawa manfaat yang maksimal bagi perbaikan kehidupan masyarakat Aceh. Semoga!

Tidak ada komentar:

Powered By Blogger

Pengikut

THANK'S FOR VIEW MY BLOG__THANK'S FOR VIEW MY BLOG__THANK'S FOR VIEW MY BLOG__THANK'S FOR VIEW MY BLOG__THANK'S FOR VIEW MY BLOG